Makan Bergizi Gratis (MBG), Investasi Masa Depan Anak Bangsa: Refleksi Hari Sumpah Pemuda

Redaksi - Selasa, 28 Oktober 2025 16:01 WIB
Makan Bergizi Gratis (MBG), Investasi Masa Depan Anak Bangsa: Refleksi Hari Sumpah Pemuda

Satu tahun berjalan, arah pemerintahan ditetapkan dalam semangat pengabdian bagi ibu pertiwi. Ibarat perahu yang terus didayung bukan untuk menyepi, melainkan ia harus mengarungi lautan luas yang penuh rintangan menuju dermaga. Tak terasa 1 tahun berlalu, komitmen pemerintah untuk memenuhi gizi anak Indonesia merupakan sebuah investasi fundamental dalam membangun Sumber Daya Manusia(SDM) yang unggul menuju Indonesia Emas 2045.

Melalui kebijakan Makan Bergizi Gratis (MBG), Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menempatkan isu stunting dan gizi buruk sebagai prioritas program ASTA CITA, dengan semangat "Anak Indonesia Sehat dan Cerdas". Di debat Pilpres 2024 Pra-Gib berjanji; “Memberi makan bergizi untuk seluruh anak-anak Indonesia, termasuk yang masih dalam kandungan ibunya serta untuk anak-anak sekolah, adalah jawaban untuk segera menuntaskan masalah stunting dan gizi buruk.”

Tulisan ini bertujuan merefleksikan satu tahun perjalanan program MBG pemerintah, mengkaji progres, tantangan serta memproyeksikan langkah strategis yang diperlukan untuk bebas dari stunting dan menggapai Indonesia Sehat dan Cerdas. Stunting sangat berdampak signifikan pada tumbuh kembang anak dan dapat memengaruhi prestasi akademik anak di masa depan (Alifah & Trimurtini, 2024).

"MENELISIK SEJARAH MAKAN BERGIZI GRATIS DI SEKOLAH:

Sejarah Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah telah menjadi instrumen kebijakan publik sejak lama. Misalnya; program National School Lunch Act di Amerika Serikat diberlakukan pada tahun 1946, hal ini didasari pada kesadaran, bahwa banyak anak-anak wajib militer yang gagal masuk karena gizi buruk sejak kecil.

Di kawasan Asia sendiri seperti negara Thailand menjadi pelopor dengan program School Lunch yang berkelanjutan dan terintegrasi sejak 1992, menjadi model keberhasilan di kawasan Asia. Di Indonesia sendiri pada tahun 1996, sejarah program ini dapat kita telusuri jejaknya dari Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) yang telah berjalan walaupun secara sporadis, namun sering terkendala karena kemampuan pembiayaan dan ketidak seriusan semua pihak yang terlibat dalam melanjutkan program tersebut.

Filosofi mendasar Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah pengakuan, bahwa akses terhadap gizi yang memadai adalah hak asasi setiap anak dan fondasi untuk kesetaraan.

Seorang ekonom peraih Nobel yang bernama Amartya Sen, dalam teorinya tentang "Capability Approach", mengatakan bahwa kemiskinan adalah deprivasi kapabilitas dan akses terhadap gizi adalah kapabilitas dasar untuk berfungsi secara manusiawi.

Filosofi pendidikan khas Indonesia menurut Ki Hajar Dewantara yaitu; menempatkan anak sebagai subjek utama dalam proses pendidikan. Ia menekankan bahwa pendidikan harus menyentuh tiga dimensi perkembangan manusia antara lain; jasmani, rohani, dan sosial. Anak-anak tidak dapat belajar dengan baik jika kebutuhan fisik dasar (termasuk makanan bergizi, tidur cukup, kesehatan) tidak terpenuhi secara seimbang sebagai prasyarat belajar.

"TUJUAN DAN SASARAN MBG"

Program MBG pemerintahan Prabowo-Gibran diamanatkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional.

Perpres ini menjadi landasan hukum yang memperkuat dukungan pemenuhan gizi secara spesifik, MBG sebagai program unggulan. Tujuan program ini bersifat multidimensi: (1) meningkatkan asupan gizi dan status kesehatan anak sekolah dan kelompok rentan; (2) menurunkan prevalensi stunting dan gizi buruk secara sistemik; (3) meningkatkan konsentrasi belajar, kehadiran dan partisipasi pendidikan melalui jaminan gizi dan (4) menstimulasi ekonomi lokal melalui pemanfaatan produk pangan setempat dan keterlibatan UMKM.

Adapun sasaran program ini yaitu; anak sekolah dari jenjang PAUD/TK, SD/MI, sampai SMP/SMA atau sederajat. Balita dan anak usia di bawah lima tahun (0Ƌ tahun). Ibu hamil dan ibu menyusui. Kelompok rentan prevalensi stunting tinggi di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), serta Keluarga miskin.

"REALISASI & DAMPAK POSITIF MBG"

Berdasarkan data, pada tanggal 3 Februari 2025, jumlah penerima MBG sebanyak 730.000 orang dengan cakupan 245 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di 34 provinsi. Pada 12 Maret 2025, realisasi anggaran telah mencapai Rp 710,5 miliar dan program ini telah menjangkau lebih dari 2 juta orang. Per 16 Mei 2025, terdapat 3.913.586 penerima manfaat dan penyerapan anggaran Rp 1,91 triliun dari pagu Rp 51,52 triliun.

Per 3 Oktober 2025, program MBG telah menyerap anggaran sebesar Rp 20,6 triliun, yang merupakan sekitar 29% dari pagu anggaran Rp 71 triliun. Hingga tanggal tersebut, program ini telah menjangkau sekitar 31,2 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia. Walaupun demikian, kasus keracunan terkait program MBG dilaporkan mencapai 11.566 anak hingga pada 12 Oktober 2025, hal ini terus di antisipasi dan disikapi dengan baik. (sumber:https://djpb.kemenkeu.go.id)

Realitas pelaksanaan MBG hingga bulan Oktober 2025 menunjukkan dampak yang baik dan signifikan dengan catatan perbaikan kualitas pelayanan bagi anak-anak penerima manfaat agar keracunan pada anak tidak terulang kembali. Data menunjukkan, bahwa per 20 Oktober 2025 telah ada 36.773.520 penerima manfaat program MBG yang mencakup anak usia PAUD, SD hingga SMA, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. Namun demikian, target nasional yang tercantum dalam regulasi program ini mencapai 82,9 juta penerima manfaat. Artinya, cakupan baru sekitar 44ཀྵ % dari target, sebuah indikasi bahwa program masih berada dalam fase awal dan perlahan bergerak maju dan berdampak baik bagi anak-anak Indonesia.

Sebaran penerima MBG berdasarkan wilayah per 1 Oktober 2025, Pulau Jawa menjadi penerima manfaat terbesar dengan 18,42 juta orang, Sumatera sebanyak 6,60 juta orang, Sulawesi 2,33 juta orang, Bali-Nusa Tenggara 1,83 juta orang, Kalimantan 1,36 juta orang, serta Maluku-Papua 0,70 juta orang. Fakta ini mengungkap potret nyata adanya ketimpangan wilayah cakupan dimana kawasan timur Nusantara masih jauh tertinggal dalam akses program MBG, hal ini harus ada perhatian serius agar program MBG merata mejangkau anak-anak yang ada di daerah-daerah terpencil.

Jika kita lihat, berdasarkan siaran pers Badan Gizi Nasional (BGN) per 20 Oktober 2025, jumlah penerima manfaat program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah mencapai 36.773.520 orang, yang dilayani lebih dari 12.500 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di seluruh Indonesia.

(Sumber data: https://www.bgn.go.id)

"EFEKTIVITAS MAKAN BERGIZI GRATIS (MBG)"

Dukungan gizi kepada anak berbasis sekolah terbukti secara empiris mampu meningkatkan asupan energi dan status gizi anak, serta berkontribusi signifikan dalam penurunan prevalensi stunting nasional secara jangka panjang. International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity (2021), menunjukkan bahwa program pemberian makan di sekolah berdampak nyata terhadap pertumbuhan indeks massa tubuh (Body Mass Index/BMI) remaja (mean difference (MD).

Temuan ini menegaskan kepada kita, bahwa pentingnya intervensi nutrisi sejak usia dini sebagai investasi sumber daya manusia (SDM) di masa depan. Namun, efektivitas program MBG sangat bergantung pada standar kualitas dan keamanan pangan yang disajikan kepada anak penerima manfaat, termasuk sanitasi, manajemen distribusi, serta pengawasan gizi yang berkelanjutan. Ketidak patuhan terhadap aspek-aspek tersebut, program ini berpotensi mengurangi manfaat bahkan menimbulkan risiko kesehatan. Seperti kasus keracunan yang terjadi di beberapa daerah.

Menurut Kemenkes (10 Oktober 2025), keamanan pangan sebagai kunci keberhasilan program MBG. Oleh karena itu, keberhasilan MBG mensyaratkan kolaborasi lintas sektor, penerapan SOP ketat, serta pelibatan masyarakat lokal secara aktif.

"REFLEKSI SUMPAH PEMUDA DAN 1 TAHUN KEPEMIMPINAN PRESIDEN PRABOWO-GIBRAN"

Refleksi satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto & Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terhadap MBG memberikan sebuah harapan baru, terdapat komitmen politik (political will) yang kuat dan pelaksanaan (political skill) walaupun menghadapi kendala operasional yang dapat diantisipasi.

Fakta lapangan menyebutkan, bahwa pemenuhan gizi sekolah harus diiringi sistem distribusi yang baik, pengawasan kualitas secara ketat dan partisipasi masyarakat agar program ini efektif dan maksimal. Oleh karena itu, agar program MBG benar'benar menjadi fondasi pemerataan gizi dan kualitas hidup anak bangsa, diperlukan langkah strategis yaitu semakin memperkuat koordinasi lintas sektor, memperluas infrastruktur dapur dan logistik khususnya di wilayah terpencil (3T) menetapkan SOP nasional SPPG, melengkapi kapasitas kelembagaan sekolah/daerah serta membangun sistem monitoring evaluasi berbasis data real'time yang terbuka dan akuntabel serta menjunjung tinggi nilai integritas bagi semua pihak.

Dalam teori kebutuhan, Maslow (1943), mengatakan bahwa kebutuhan fisiologis seperti makanan menempati dasar piramida dan menjadi prasyarat bagi tercapainya fungsi kognitif dan aktualisasi diri anak. Dalam konteks pemenuhan gizi, intervensi gizi harus dilakukan secara “tepat sasaran, tepat waktu dan tepat jumlah” untuk menurunkan prevalensi stunting efektif (Soekirman, 2007).

Keterlibatan masyarakat, terutama melalui pihak sekolah dan kelompok orang tua, menjadi elemen pengawasan sosial yang krusial dalam menjaga kualitas bahan pangan, higienitas proses pengolahan, serta akuntabilitas. Multisektor dampak MBG antara lain:

(1) Ekonomi; membuka pasar bagi produk petani lokal (UMKM) dan menciptakan lapangan kerja baru.

(2) Sosial; mengurangi beban ekonomi keluarga dan kesenjangan gizi.

(3) Politik; membangun legitimasi pemerintah melalui program pro-rakyat, MBG dirasakan langsung oleh anak-anak serta dampaknya oleh masyarakat luas.

Capaian program MBG memiliki potensi jangka panjang yang sangat besar untuk memenuhi gizi bila diimplementasi dengan baik dan tepat sasaran. Program ini patut diapresiasi dan didukung, tetapi secara konstruktif perlu kritik dan evaluasi disetiap kendala yang di hadapi agar implementasi program ini tetap berjalan dengan baik dan berdampak positif.

Agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) mencapai hasil optimal, tetap memperhatikan; (1) kualitas pangan (menu) harus bergizi lengkap dan higienis; (2) pengawasan masyarakat seperti keterlibatan orang tua dan komite sekolah untuk memantau proses dan transparansi; (3) sinergisitas multisektor, koordinasi antara kesehatan, pendidikan, pertanian dan keuangan agar rantai logistik, pendanaan dan distribusi berjalan lancar.

Dengan memperhatikan ke 3 hal diatas, program MBG menjadi fondasi bagi pemenuhan gizi anak-anak Indonesia.

Peringatan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2025, menjadi momentum reflektif untuk menegaskan kembali semangat persatuan dan tanggung jawab negara dalam menciptakan masa depan generasi muda yang sehat, cerdas dan berdaya saing dikancah internasional. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bagi anak-anak sekolah adalah manifestasi konkret dari semangat tersebut, di mana negara hadir menjamin hak dasar anak atas gizi yang layak sebagai fondasi tumbuh kembang dan pendidikan. Relasi keduanya mencerminkan komitmen kolektif untuk membangun Generasi Muda Indonesia Emas 2045 menjadi Pemuda yang kuat dan cerdas secara jasmani, rohani dan asupan gizi yang baik.

Penulis
: Redaksi
Editor
: Redaksi