Di Kecamatan Malayang, Kabupaten Karawang wilayah yang selama ini dikenal dengan aktifitas padat industri dan kepadatan penduduk hadir sebuah program rumah subsidi pro-rakyat yang menjadi bukti nyata kehadiran negara untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), wartawan dan kelompok rentan sosial lainnya. Menteri Maruarar Sirait melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) menegaskan, bahwa pembangunan rumah layak huni untuk rakyat adalah bagian dari visi “Asta Cita” pemerintahan Bapak Presiden Prabowo Subianto menuju keadilan sosial bagi setiap warga negara.
Salah satu data penting menunjukkan, bahwa di Kabupaten Karawang tercatat sekitar 38.000 keluarga belum memiliki rumah atau masih menempati rumah tidak layak huni. Dengan program rumah subsidi, masyarakat Malayang kini mulai merasakan perubahan kepemilikan “Atap di Atas Kepala” bukan sekadar impian tetapi kenyataan.
Tak hanya kuantitas, kualitas menjadi sorotan utama. Menteri PKP Ara Sirait, menegaskan bahwa pengembang rumah subsidi wajib bertanggung jawab untuk memastikan rumah bukan hanya tersedia, tetapi layak huni dan nyaman. Dengan demikian, konsep keadilan sosial tak hanya soal terbukanya akses, melainkan mutu hunian yang diterima oleh masyarakat.
Kabupaten Karawang berhasil meraih peringkat ketiga nasional dalam penyerapan rumah subsidi, dengan angka penyaluran sekitar 5.400 unit rumah hingga Oktober 2025. Dari perspektif pemerintah, prestasi ini mendapat apresiasi dari Menteri Ara Sirait selaku Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Republik Indonesia, yang menyebut Karawang sebagai contoh keberhasilan sinergi antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan pelaku usaha dalam mempercepat pembangunan hunian bagi rakyat.
Dalam konteks Malayang, efek multiplier dari program ini mencuat, tidak hanya keluarga penerima rumah mendapat manfaat langsung, tetapi ekonomi lokal (UMKM) mulai bergerak. Komponen pembangunan rumah, seperti tukang lokal, toko bangunan, pedagang material tertarik masuk ke wilayah ini, selaras dengan teori pembangunan daerah bahwa investasi perumahan dapat meningkatkan kesempatan kerja dan pertumbuhan lokal, hingga terbangun ekositem ekonomi di sekitar perumahan tersebut.
Namun, tantangan tetap ada, misalnya Koordinasi antar pemerintah daerah dan pusat, verifikasi data calon penerima, serta persoalan pembebasan terkait BI'checking menjadi hambatan. Seperti yang diungkapkan bahwa di Karawang masih ada BI'checking yang menghalangi masyarakat berpenghasilan rendah untuk mengakses program subsidi. Tanpa perbaikan sistem data dan regulasi, peluang keadilan bagi warga untuk mendapatkan rumah layak huni bisa terhambat.
Sebagai langkah strategis, perlu diterapkan tiga syarat utama agar program ini benar'benar berhasil. Pertama, data sasaran yang valid dan terintegrasi untuk memastikan tepat sasaran; kedua, akuntabilitas pengembang dan mutu bangunan untuk menjamin layak huni; ketiga, partisipasi masyarakat lokal dan transparansi, agar penerima serta warga sekitar menjadi pengawal kualitas.
Dengan rumah subsidi di Malayang Karawang, program ini telah menunjukkan bahwa keadilan sosial bukan sekadar slogan, tetapi aksi nyata yang terasa oleh rakyat. Kepemilikan rumah layak oleh masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok rentan sosial lainnya adalah pondasi kesejahteraan yang kokoh.
Jika terus dilanjutkan, kualitas hidup, stabilitas keluarga dan pemerataan rumah layak huni di setiap wilayah akan semakin tercapai. Maka, program ini bukan hanya pembangunan fisik, tetapi investasi sosial bagi keluarga Indonesia yang berkeadilan.