Pada setiap peringatan hari ulang tahun NKRI dan pada tahun 2023 ini NKRI mencapai ulang tahun yang ke 78 tahun, mungkin menjadi salah salah satu tugas kita untuk menjawab pertanyaan apakah atau sampai sejauh mana perekonomian Indonesia sudah disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 ayat 1:“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.”
Tulisan singkat ini ditujukan sebagai sumbangan pemikiran dengan mencoba melihat secara kualitatif apakah perekonomian Indonesia telah disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Kita mulai dengan belajar dari masyarakat di negara-negara yang dikenal sebagai “negara koperasi”. Pertama yang bisa kita ambil sebagai model adalah Jerman. Model ekonomi koperasi Jerman menunjukkan model ekonomi kebersamaan yang sukses. Model ini mengakar pada kekayaan budaya bangsa Jerman. Jumlah penduduk Jerman pada saat ini adalah sekitar 83.28 juta jiwa. Pada tahun 2022, jumlah angkatan kerja Jerman adalah 43.91 juta jiwa dengan jumlah anggota koperasi di Jerman mencapai 23.5 juta jiwa. Artinya, di Jerman terdapat 53.52 % dari seluruh angkatan kerja Jerman sebagai anggota koperasi. Dengan perkataan lain, di Jerman kurang-lebih terdapat satu orang dari dua orang angkatan kerja Jerman adalah anggota koperasi. Dengan demikian, dalam perekonomian Jerman terdapat susunan ekonomi dimana lebih banyak pekerja atau anggota koperasi sebagai pencipta lapangan pekerjaan. Sejalan dengan jumlah anggota koperasi yang mendominasi perekonomian tersebut telah tercipta nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Jerman pada tahun 2022 mencapai Euro 3867.03 miliar[1] atau sekitar US$ 4215 milyar.
Apakah usaha koperasi ini hanya milik Jerman saja? Kelihatannya tidak demikian. Data yang ada menunjukkan bahwa di Kanada terdapat satu orang dari setiap 3 orang Kanada adalah anggota koperasi; di Jepang sekitar 91 % petaninya berkoperasi; dan di Perancis terdapat sekitar 700 ribu orang adalah karyawan koperasi. Secara global, di 100 negara diperkirakan terdapat 800 juta orang sebagai anggota koperasi[2].
Andaikan struktur ekonomi Jerman kita jadikan model referensi perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama. Model usaha bersama Jerman ini menghasilkan gambaran sebagai berikut:
-
Komposisi angkatan kerja yang bekerja atau menjadi anggota koperasi mencapai 53.52 %;
-
Dengan komposisi angkatan kerja seperti itu diperoleh nilai PDB mencapai US$ 4215 milyar;
-
Secara kasar, dapat diperkirakan angkatan kerja koperasi memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar US$ 2255.86 milyar;
-
Dengan faktor 0.5352 untuk koperasi dan 0.4748 untuk non-koperasi maka tampak kontribusi koperasi terhadap PDB Jerman lebih besar daripada faktor kontribusi non-koperasi.
Mengapa koperasi memiliki potensi yang sangat besar sebagaimana diperlihatkan oleh bangsa Jerman? Alasannya sangat sederhana sebagaimana telah disampaikan pada tulisan terdahulu: "Pendidikan Koperasi sebagai Pemerdekaan Ekonomi Rakyat", Suara Pembaruan Edisi 15 Juli 2023 yaitu hanya dengan nilai koperasi tersedia peluang Win-Win atau menang-menang atau untung-untung. Adapun nilai kompetitif hanya akan menghasilkan menang-kalah, atau kalah-kalah.
Koperasi atau win-win merupakan rancang bangun institusi atau kelembagaan untuk menciptakan nilai tambah sebagai output bersama seluruh pihak yang berpartisipasi. Kata bersama ini sangat penting mengingat bahwa hanya akibat faktor bersama ini solusi win-win dapat dicapai. Bukan hanya bersama saja tetapi usaha bersama berdasar asas kekeluargaan.
Bapak/Ibu Pendiri NKRI saya pikir bukan hanya sangat memahami perlunya penyusunan perekonomian baru pasca penjajahan Belanda tetapi juga telah merancang fondasi nilai dalam susunan perekonomian yang baru tersebut. Para Pendiri Republik Indonesia sangat memahami bahwa susunan perekonomian pada masa penjajahan hanyalah menguntungkan negara yang menjajah, yaitu Belanda. Perekonomian disusun sebagai instrumen ekstraktif atau eksploitatif dengan membuat Hindia Belanda sekedar pemasok bahan baku saja. Perekonomian dipisahkan atas dasar warna kulit (apartheid) sehingga terbentuk susunan perekonomian model ekonomi dualistik di mana fasilitas diberikan kepada sektor modern sedangkan sektor tradisional dibiarkan jalan sendiri. Nilai kekeluargaan dirancang sebagai nilai perekat pemersatu bangsa dari yang sebelumnya tercerai-berai dalam politik-ekonomi warna kulit menjadi politik-ekonomi inklusif--- semua menjadi satu keluarga besar bangsa dan rakyat Indonesia di dalam NKRI yang menjadi milik bersama. NKRI yang merdeka, bersatu, berdasar adil dan makmur. Nilai dasar ini operasionalisasinya adalah institusi koperasi yang bermakna hasil operasionalisasi tadi harus menghasilkan output keuntungan bersama, kemajuan bersama, keadilan bersama--no one left behind.
Apakah perekonomian Indonesia yang diamanatkan oleh Pasal 33 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 tersebut sudah terwujud? Dalam sisi sosial-budaya, tradisi bangsa Indonesia sangat kaya akan nilai gotong royong atau saling tolong menolong. Namun demikian dalam sisi ekonomi, untuk mencapai apa yang berkembang di Jerman sebagaimana disampaikan di atas, kita masih harus banyak mempelajarinya dan menemukan formulanya untuk mengembangkan koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional. Dalam pada itu, kita perlu memahami bahwa koperasi ini sebagai modal sosial (social capital) atau bahkan lebih tinggi lagi koperasi bisa dipandang sebagai nilai dasar dalam pengembangan institusi ekonomi mengingat koperasi adalah bagian dari budaya yang dinyatakan dalam konstitusi kita untuk menjamin interaksi sosial-ekonomi yang saling menguntungkan, saling memajukan, saling asah dan saling asuh.