Sebagai organisasi yang punya dasar intelektual yang tinggi dan komunitas mahasiswa tentu GMKI harus punya cara tersendiri dengan model intelek untuk mengisi kemerdekaan ini. GMKI adalah organsiasi yang punya visid an misi jauh kedepan dalam hal gerakan yang sifatnya intelektual sebagai dasar pergerakan. Itulah keberadaan GMKI yang kedepan juga sangat kita harapkan untuk menjadi organisasi yang berkontribusi besar dalam mengisi kemerdekaan sebagai sebuah refleksi yang membangun di HUT NKRI ke-78 ini.
Sekedar mengingatkan kita dulu, romantisme masa lalu GMKI sebagai salah satu organisasi anak –anak muda kaum intelektual yang banyak berkontribusi bagi bangsa ini adalah sebuah fakta yang tidak bisa terbantahkan lagi. Tetapi seiring dengan perjalanan waktu dan tantangan jaman yang semakin kompleks tentu ada pasang surut kualitas organisasi, dan ini adalah sebuah pola kewajaran sebagai dinamika organisasi. GMKI sebagai wadah mahasiswa sebagai kaum intelektual yang merupakan cerminan masyarakat ilmiah sangat kita harapkan tetap punya peran strategis dan peran vital untuk membangun bangsa ini dengan buah pemikiran yang sesuai dengan perkembangan jaman.
Lantas, jika kita lihat fenomena politik praktis yang sarat dengan berbagai kepentingan di dalamnya, ada fenomena independesi GMKI mengalami kemunduran karena memang ada unsur masuknya kepentingan politik praktis yang diboncengi oleh kadernya, bisa saja melakukan afiliasi kepada kubu tertentu karena faktor kedekatan. Artinya, ini bisa salah satu patologi (penyakit) yang harus diamputasi agar kedepan GMKI punya independensi yang tinggi dan merupakan kaum pergerakan kaum intelektual juga.
Tidak bisa kita pungkiri godaan untuk melakukan politik praktis itu ada karena bisa saja ada hal yang bisa dijanjikan dalam bentuk materi atau yang lainnya. Bagaimana meletakkan GMKI sebagai organisasi wadah anak –anak muda (mahasiswa) yang punya independsi yang tinggi dan selalu menyuarakan suara kenabian dan kebenaran sehingga perannya adalah peran untuk pencerahan dan memberikan solusi terhadap persoalan sosial, ekonomi, dan kebangsaan adalah misi kita bersama karena GMKI adalah aset bangsa ini yang sangat berharga dan punya sejarah emas di masanya.
Sejarah emas itu harus kita pertahankan karena GMKI itu adalah milik publik dan orientasinya juga harus untuk kepentingan publik (bangsa) dengan memberikan kontribusi yang nyata secara intelektual. GMKI yang indepnden adalah topik utama tulisan ini dan menolak segala bentuk politik praktis yang bisa merusak organisasi kaum terdidik ini.
Perjalanan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia sudah 73 Tahun dan saat ini kita merayakan HUT NKRI ke 78. Tentu ini bukanlah usia yang pendek, tetapi sudah cukup panjang dan usia yang matang juga menunjukkan banyak kedewasaan dan juga capaian yang bisa jadi sejarah manis. Sebagai wadah kaum muda Kristen (kususnya Mahasiswa) tentu GMKI adalah wadah untuk membentuk, membangun karakter bagaimana berorganisasi yang ideal, visioner, cerdas, smart, dan juga wadah pembenahan intelektual, mental sesuai dengan karakter kristiani yang sebenarnya. Tentu dalam sejarah kepemudaan atau kaum muda, dalam Alkibat banyak tokoh muda yang juga bisa jadi inspirasi bagi kita semua dalam mengarungi bahtera kepemimpinan yang berhasil.
Kini bagaimana menjadikan GMKI ini kedepan sebagai wadah yang sangat independen dan menolak politik praktis. Atau GMKI adalah sarana untuk membangun mahasiswa kristen yang visioner, berkarakter kristiani, dan punya masa depan sebagai agent of change bagi bangsa ini harus jadi cita-cita bagi kita semua, apalagi kiprah GMKI di negara ini sangat diperhitungkan sebagai agen perubahan dan juga membawa misi sosial, misi perubahan dengan segudang idealisme untuk membangun bangsa dalam rangka menjadikan negara ini jadi negara hebat sesuai dengan cita-cita UUD 1945 dan Ideologi Pancasila.
Kembali kepada pokok pikiran dengan usia GMKI yang sudah 73 Tahun, apa yang harus dilakukan oleh para alumni, kader GMKI agar GMKI yang smart, GMKI yang visioner, GMKI yang berkarakter bisa twerujud dengan baik melalui organisasi yang punya sejarah hebat di negara ini dan kembali kepada habitatnya sebagai sebuah organisasi dengan independesinya yang sangat tinggi? Atau bagaimana menerjemahkan secara kontekstual tinggi iman, tinggi ilmu dan tinggi pengabdian dalam era revolusi industri 4.0 saat ini dengan prinsip independesi yang tinggi?
Motto GMKI ini sangatlah mulia dan merupakan sebuah gambaran betapa dalam semua aspek kehidupan manusia, iman, ilmu pengetahuan dan pengabdian adalah kata kunci untuk menciptakan peradaban yang unggul saling membangun serta bermanfaat bagi sesama. GMKI sebagaimana yang kita ketahui sangat banyak berperan dalam menentukan perjalanan bangsa ini. Banyak kader-kader senior GMKI yang tersebar dalam ragam profesi memainkan perannya sebagai instrumen membangun negara ini.
Bagaimana GMKI sebagai salah satu wadah (organisasi) yang kita harapkan bisa jadi pabrik memproduksi kader- kader intelektual kristen yang mumpuni, menjadi “problem solving” dalam banyak hal, agent of change dalam pembangunan bangsa, inovator handal yang membawa dampak besar, kreator yang mampu melihat tanda-tanda jaman dan lain sebagainya. Apalagi saat ini kita sering menyebut era ini adalah era revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan perubahan sangat besar karena revolusi dasyat teknologi informasi.
Dimana-mana kita bisa melihat fenomena internet of Things (Iot) dan kecerdasan buatan (artificial inteligent) sudah mewabah. Tentu butuh adapatasi teknologi agar kita tidak mati terlindas jaman. Revolusi industri yang sangat dasyat ini telah mengubah semua hal. Perubahan yang hebat ini harus kita hadapi karena pola pikir manusia yang terus bergerak dinamis menuju sebuah pola yang tidak bisa kita bayangkan dan pikirkan.
Menyetir Klaus Schwab seperti yang dikutip Jefri Gultom dalam bukunya The Fourth Industrial Revolution membagi dua horizon. Pertama, gejala pokok yang menandai revolusi industri dan mendorong sebuah perubahan adalah fisik, digital, dan biologi. Kedua, tantangan dan peluang untuk menyiasatinya. Sehingga pada bagian pamungkas bukunya dia mengusulkan pentingnya mengembangkan empat kecerdasan yakni 1) kecerdasan kontekstual (contextual intellegence) yakni: soal ‘’pikiran,’’ 2) kecerdasan emosional (emotional intellegence) atau dimensi ‘’hati,’’ 3) kecerdasan inspiratif (inspired intellegence) pada dimensi ‘’jiwa,’’ 4) kecerdasan fisik (physical intellegence) alias ‘’tubuh.’’ Mungkin maksudnya Klaus Schwab adalah tetaplah jadi manusia yang punya tubuh, jiwa, hati dan pikiran (Jefri Gultom Dalam Go Papua).
Dalam konteks GMKI yang sudah berusia 73 tahun dan NKRI yang ke 78 tahun, bagaimana GMKI yang akan datang dalam rangka mengisi kemerdekaan yang substantif? Tentunya jawaban yang kita inginkan sebagai sebuah ekspektasi adalah bahwa GMKI yang akan datang adalah GMKI yang visioner, adaptif, mampu menghadapi tantangan jaman, berbasis pengetahuan, persemaian kader-kader yang punya intelektual tinggi, yang semuanya mendukung pencapaian tujuan negara atas dasar nilai –nilai kasih dan iman kristiani. Kita sangat paham dan mahfum betul bagaimana GMKI mendorong pluralisme dan nasionalisme keindonesiaan yang sangat kita butuhkan saat ini.
Sebagai sebuah negara bangsa yang kaya dengan budaya, dibentuk dengan latar belakang agama yang berbeda tentu kita punya tanggung jawab dan tugas mulia bagaimana mengelola keberagaman ini agar tetap utuh dalam bingkai NKRI. Konsep NKRI harga mati sudah sering kita dengar dan merupakan konsensus nasional yang sudah jadi patron kebangsaan. Saat ini ancaman kepada konsep NKRI seringkali datang dari segelintir orang yang mencoba untuk mengubah ideologi NKRI dengan berbagai dalil, termasuk kebebasan berekspresi. Tentu kita sebagai warga negara yang punya kecerdasan historis sangat tidak menginginkan ini. Maka, NKRI harga mati dan pluralisme harus dikelola dengan baik dalam bingkai NKRI.
Saat ini ancaman kebangsaan dan tantangan berbangsa bukan hanya dari kaum radikal dan intoleran. Saat ini bangsa kita diperhadapkan pada sebuah jaman yang menuntut kecerdasan maksimal, menuntut keterampilan khusus, menuntut inovasi, bahkan disebut dengan “abad inovasi”. Sebuah abad yang menuntut skil dan keterampilan tentu bukan mudah menghadapinya. Paradigma jaman ini disebut dengan era revolusi industri 4.0. Tanda -tandangnya adalah semua serba online, serba praktis, cepat, terukur dan terhubungan secara global. Bagaimana sebuah kejadian dalam hitungan menit bisa kita akses secara bersamaan. Banyak orang melakukan pekerjaan dari laptop asalkan ada fasilitas internet.
Dimana-mana banyak gerai toko tutup karena pemasaran online. Kantor pos yang biasanya mengantar surat suatu saat bisa saja tutup karena model surat elektronik. Artinya, di era revolusi industri 4.0 pekerjaan tangan secara manual dan proses lambat tergantikan oleh sebuah sarana yang serba cepat dan praktis (online). Masalahnya, bagaimaan GMKI sebagai sebuah wadah mahasiswa kristen dalam menyikapi kemajuan jaman yang tiada bertepi ini?
Masihkan kita terjebak pada romantisme sejarah yang menggadang-gadang bahwa GMKI masa lalu sangat hebat, sangat berjasa, sangat berguna. Okelah, kita setuju bahwa peran GMKI dalam membangun bangsa ini sangat besar dan punya pengaruh yang sudah jadi catatan emas. Membanggakan sejarah semata tidak cukup lagi, tetapi butuh inovasi bagaimana mendesain GMKI agar organisasi ini bisa berbuat lebih banyak, punya kemanfaatan yang sangat terukur, dan mampu menjadi kekuatan penyeimbang dengan sumbangan pemikiran kritis dan konstruktif.
Untuk itu, GMKI harus melakukan beberapa hal sebagai bagian dari keikusertaan dalam membangun NKRI yang sudah 78 tahun merdeka, pertama: mendorong GMKI sebagai wadah atau organisasi kaum anak muda yang ramah dengan inovasi dan kreasi berbasis IPTEK. Artinya, melalui GMKI diskusi –diskusi bagaimana membangun inovasi dan mempersiapkan kader yang ramah teknologi harus dilakukan dengan terukur. Program kerja dan Renstra kedepan harus mampu melihat peluang dan tanda-tanda jaman yang berkembang. Untuk itu, grand desain GMKI adalah desain yang mempersiapkan intelektual muda kristen berbasis pada kemajuan IPTEK secara organisasi.
Kedua, medorong GMKI agar lebih progresif memberikan pemikiran kritis tentang inovasi dan kreasi masa depan yang lebih ramah pada kemajuan teknologi informasi. Saatnya para senior membantu kaderisasi GMKI yang inovatif dan kreatif agar kedepan mereka akan jadi generasi yang fokus pada pengembangan inovasi dan kreasi. Ketiga, mengedepankan platform dikusi kebangsaan yang fokus pada inovasi dan kreasi agar ada “solusi” yang dihasilkan. Dalam hal inilah GMKI harus mampu melahirkan kader yang inovatif dan kreatif melalui visi dan misi organisasi yang ramah dengan era revolusi industri 4.0.
Penutup
GMKI yang independen dan menolak tegas politik praktis adalah habibat yang harus kita kembalikan ke asalnya. Artinya, dengan GMKI yang independen organisasi kedepan akan lebih mampu mencetak kader yang punya idealisme yang tinggi, visioner, cerdas, dan punya tanggung jawab serta kepekaan sosial yang tinggi. Ingat, GMKI punya sejarah emas yang sangat bagus di negara ini sebagai sebuah organisasi pergerakan yang membawakan visi dan misi kebangsaan yang tinggi, disamping pendorong gerakan moral untuk perubahan yang berpihak kepada kepentingan bangsa.
Masa depan GMKI sebagai organisasi yang punya independensi harus kita kembalikan ke habitatnya. Kaum intelektual kristen yang nasionalis dan religius adalah solusi sebagai basis ketahanan dalam membangun bangsa ini. Kedepan, GMKI harus menjadi salah satu yang lebih indepnden yang mampu melahirkan para inovator dan kreator handal di era reolusi Industri 4.0 berkarakter Pancasila, berjiwa nasionalis dan oikumenis, dan takut akan Tuhan. Harapan itu sangat realistis karena potensi dan sumber daya untuk itu sangat mendukung. Itulah sebuah refleksi khusus bagi GMKI di HUT NKRI yang ke 78 tahun yang mengusung motto tinggi iman, tinggi ilmu dan tinggi pengabdian. Ut Omnes Unum Sint. Syalom
Penulis adalah kader GMKI dan Pernah Korwil I Pengurus Pusat GMKI 2000-2002 / Saat Ini Anggota Yayasan UHN Medan Divisi Aset