Dominasi Dokter Pria Digeser Oleh Dokter Wanita, Oleh; Dr. dr. Leo Simanjuntak, SpOG (Dekan Fakultas Kedokteran UHN Medan)

Redaksi - Jumat, 24 Januari 2025 12:22 WIB
Dominasi Dokter Pria Digeser Oleh Dokter Wanita, Oleh; Dr. dr. Leo Simanjuntak, SpOG (Dekan Fakultas Kedokteran UHN Medan)
Jonson Rgg

Pelayanan kesehatan yang baik dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu faktor yang sangat penting adalah tenaga medis atau dokter. Ada kecenderungan peminatan menjadi dokter akhir-akhir ini lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Apakah pergeseran ini berdampak terhadap kualitas pelayanan kesehatan, perlu pendalaman mengenai hal ini.

Data yang ada di Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2024 menunjukkan kecenderungan ini. Sejak berdiri tahun 2008 dan mulai menerima mahasiswa tahun 2009 persentase mahasiswi (Wanita) selalu lebih tinggi dari mahasiswa (Pria) dengan kumulatif 67,5 % berbanding 32,5 %. Data-data yang dapat dikumpulkan dibeberapa negara terlihat adanya kecenderungan wanita lebih berminat dibandingkan pria seperti di Cina terjadi peningkatan persentase tenaga medis wanita dari 39,5% pada tahun 2013 menjadi 70% pada tahun 2022, di UK tahun 2020 mahasiswi kedokteran sebesar 52%, di Amerika Latin persentase tenaga medis wanita jelas terlihat meningkat sejak tahun 2019, sementara di Amerika Serikat pada tahun 2013 jumlah dokter wanita hanya 36% dan jumlah mahasiswi meningkat menjadi 50,5% pada tahun 2020-2021 dan menjadi 55% pada tahun 2022-2023.

Peningkatan persentase ini dipengaruhi beberapa faktor meliputi faktor sosial, kultural dan adanya dinamika didalam profesi kedokteran itu sendiri. Faktor sosial diantaranya terjadinya pergeseran nilai sosial dimana wanita semakin terpacu berperan dalam bidang yang selama ini didominasi kaum pria. Selain itu wanita semakin banyak berperan menjadi figur pemimpin dalam sektor kesehatan yang selanjutnya memacu semangat wanita menggeluti bidang ini. Faktor kemampuan akademik wanita yang semakin meningkat, motivasi yang semakin kuat dan terbukti memiliki daya tahan terhadap proses pendidikan yang dijalani sampai tuntas, juga berperan penting. Bidang-bidang tertentu seperti pediatri, kebidanan dan kandungan, dianggap lebih cocok ditangani dokter wanita. Data di Amerika Serikat mencatat sebesar 80% dokter anak (Pediatrician) adalah wanita. Faktor lain yang berperan adalah kebijakan beberapa institusi kesehatan yang menerapkan kebijakan kesetaraan gender, misalnya kebijakan cuti dll. Faktor ekonomi yang memberikan jaminan pemasukan yang menjanjikan dan memuaskan juga menjadi salah satu pertimbangan.

Bidang spesialisasi yang lebih disenangi wanita adalah ilmu kesehatan anak (Pediatri), Obstetri & Ginekologi, Kedokteran Keluarga (Family Medicine), Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin, dan Ilmu Penyakit Dalam. Di USA dilaporkan sebanyak 80% dokter anak , 60 % spesialis Obstetri dan Ginekologi tahun 2020, 40% spesialis Penyakit Dalam tahun 2018, 62% Dermatologi tahun 2018, dan 40% dokter keluarga tahun 2019 adalah Wanita, sementara spesialis bedah wanita hanya 35% di USA pada tahun 2020. Secara konsisten data menunjukkan bahwa dokter wanita lebih memuaskan dibandingkan dokter pria terutama dalam hal menunjukkan empati, perhatian dan alokasi waktu konsultasi.

Pergeseran peminatan ini hendaknya menjadi pertimbangan bagi institusi pendidikan kedokteran untuk mengantisipasi memberikan pelayanan yang lebih kepada mahasiswi dan memberi peran yang lebih seimbang kepada mahasiswi. Selain itu perlu dipikirkan penyediaan fasilitas pendukung yang ramah bagi mahasiswi.

Beberapa mitos yang berkembang terkait dokter wanita adalah:

  1. Ada anggaban dokter wanita kurang cakap dibandingkan dokter pria. Pendapat ini terutama ditujukan kepada bidang spesialisasi tertentu seperti bedah atau kardiologi. Kenyataannya dokter wanita sama baiknya dengan dokter pria bahkan dapat lebih baik dalam hal hasil secara klinis dan kepuasan pasien. Laporan jurnal JAMA tahun 2017 ternyata mortalitas dan readmisi lebih rendah pada pasien yang ditangani dokter wanita.
  2. Dokter wanita terlalu mengandalkan perasaan. Ada anggaban dokter wanita lebih mengandalkan perasaan atau empati dalam mengambil keputusan sehingga terlihat kurang tegas dalam bertindak. Pada kenyataannya sikap empati adalah elemen penting dalam hubungan dokter-pasien yang harus terus ditumbuhkan dan tidak akan mempengaruhi keputusan klinis.
  3. Dokter wanita terkesan kurang mandiri dan kurang otoritatif. Dengan alasan ini dianggap dokter wanita kurang mampu memimpin tim atau kurang mampu mengambil keputusan dalam situasi sulit. Namun pada kenyataannya dokter wanita mampu membangun kolaborasi dan membangun hubungan dokter-pasien yang kuat.

Meskipun terdapat mitos yang lebih menguntungkan dokter pria namun hasil-hasil riset menunjukkan bahwa dari segi kompetensi, keterampilan dan kapasitas dokter wanita tidak kalah dibandingkan dokter pria. Sebaiknya penentuan atau pilihan dokter yang dituju bukan berdasarkan gender melainkan berdasarkan spesialisasi dokter dan kemampuan dokter memberikan pelayanan yang berkualitas dan penuh perhatian.

Penulis
: Redaksi
Editor
: Redaksi